Pilkades Serentak Purwakarta Yang Punya Rasa Nano Nano, Masihkah Ada Kehidupan Demokrasi?

Jainul Abidin
jainul abidin

Oleh: Jainul Abidin

Pemilihan Kepala Desa (Pilkades) serentak di 170 desa se-Kabupaten Purwakarta, Jawa Barat akan dilaksanakan pada bulan Agustus 2021 mendatang.  Kabupaten Purwakarta sendiri punya 183 desa. Jadi hanya tersisa 13 desa yang masih dipimpin oleh seorang pejabat kepala desa definitive, selebihnya dijabat oleh penjabat (pj.) dari kalangan PNS di Pemkab setempat.

Sesungguhnya, pemilihan untuk memperoleh seorang pemimpin secara demokratis adalah hal yang biasa dan lumrah. Namun untuk di Kabupaten Purwakarta, mungkin inilah sejarah sepanjang berdirinya Kabupaten Purwakarta yang sudah memasuki usia menjelang 53 tahun pada 2021 ini, baru sekarang (tahun 2021) digelar Pilkades serentak yang rasanya seperti permen Nano-nano. Ada rasa manis, asam dan pedas. Mmm…muah… 

Rasa manisnya karena pendaftar yang ikut kontestansi politik paling bawah dalam struktur ke-tatanegara-an di NKRI ini karena pendaftarnya luar biasa banyak. Ada 600 lebih calon kades. Rasa asam karena terbesit kabar sampai batas waktu dimulai pendaftaran ternyata anggaran untuk penyelengaraan perhelatan demokrasi paling akbar ditingkat desa eh… anggarannya malah belum cair. Sedangkan rasa pedasnya rupanya calon kades yang ikut nyalon rupa-rupa statusnya dan tergolong spektakuler !

Ada calon kades istri Wakil Bupati, ada pula calonnya istri ketua DPRD. Kedua istri pejabat tinggi di Kabupaten berjuluk Purwakarta istimewa ini hingga tulisan ini anda baca sang suami masing-masing masih sebagai pejabat tinggi aktif di pemerintahan bukan sebagai bekas pejabat yang sudah lengser keprabon.

Selain calon kades dari kalangan pejabat tinggi ada juga calon kades di satu desa yang calonnya punya keterikatan sedarah misalnya anak kompak dengan bapaknya calon kades. Ada juga istri berani melawan suaminya nyalon kades di desa yang sama pula.

Apa ada yang salah ketika para calon kades diatas merupakan satu keluarga dan para istri pejabat tinggi ?. Tentu secara aturan perundang-undangan tidak ada yang salah. Sebab, tidak ada satu pasal pun yang melarang mereka mencalonkan diri jadi kades.

Hanya saja bila lebih jeli mengamati alam demokrasi seperti ada “sesuatu” di Kabupaten yang pernah meraih berbagai prestasi spektakuler seperti misalnya predikat dalam tata kelola administrasi keuangan sudah pernah meraih predikat Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) sampai 6 kali berturut-turut dan peraih meriah penghargaan Natamukti (prestasi bergensi dibidang pembinaan UMKM-red) sudah beberapa tahun terakhir diraih. Dari kuliner dan wisatanya harus diakui sudah ke sohor hingga mancanegara dengan berbagai kontroversinya.