- Oleh: Dr. H. Srie Muldrianto M.Pd
Setahun menjelang PILKADA 2024 politik Purwakarta mulai menghangat. Para Politisi dan Sebagian warga mulai membahas dan membincangkan siapa yang paling berpeluang untuk menjadi pemenang PILKADA. Pengamat biasanya menyandarkan pemenang PILKADA pada tiga hal yaitu popularitas, favoritabilitas, dan elektabilitas. Jadi untuk memprediksi siapa pemenang dalam PILKADA 2024 kita dapat mengukurnya dari ketiga parameter tersebut.
Misalnya, kandidat yang akan dicalonkan adalah Ibu Ane (Bupati Purwakarta sekarang), Kang Zen (Binjen), dan Zaenal Arifin yang akrab disapa Kang Ipin (ini hanya simulasi saja). Tentu dari popularitas ibu Ane lah yang paling popular di antara kandidat yang saya sebutkan.
Tapi pertanyaannya, apakah rakyat Purwakarta merasa puas dengan kinerja Bu Ane? Hingga tingkat favoritabilitasnya (rasa suka rakyat Purwakarta) tinggi. Jika misalnya tingkat kepuasan rakyat terhadap kinerja Bupati Ane tinggi, apakah pasti terpilih? Tentu saja tidak. Kita dapat lihat pada kasus PILKADA di DKI Jakarta, pada saat itu tingkat kepuasan rakyat terhadap kinerja Ahok cukup tinggi. Tapi faktanya Ahok kalah. Banyak factor yang dapat menentukan keterpilihan kontestan Bupati. Dalam hal ini kita perlu mendalami pola dan perilaku warga Purwakarta baik secara sosiologis maupun secara psikologis.
Pola perilaku warga pemilih DKI itu dapat berbeda dengan kondisi Purwakarta. Bisa saja secara psikologis warga Jakarta lebih takut pada dosa di banding harus memilih Ahok yang dianggap melakukan “pelecehan Agama”. Apakah hal ini pasti terjadi di Purwakarta? Belum tentu. Karakter warga Purwakarta berbeda dengan Jakarta. Oleh karena itu menurut hemat saya perlu pendalaman tentang kebiasaan dan kecenderungan warga Purwakarta!
Faktor kedua adalah apakah Bu Ane sudah Menyusun strategi agar dia dapat dukungan dari partai politik? Atau apakah dia sudah menyiapkan jika dia harus maju sebagai calon perseorangan? Menurut saya. Jika saja Bu Ane jauh-jauh hari sudah menyiapkan tim pemenangan, hal ini harusnya sudah menjadi perhatiannya. Sebab jika hanya popularitas yang menjadi andalan tidak cukup syarat dia dapat memenangkan PILKADA.
Sebagai warga Purwakarta kita amati bahwa dia sekarang telah membersihkan birokrasi dari anasir lawan politiknya. Hal ini bisa saja menjadi boomerang bagi dirinya. Pertama ternyata begitu banyak lawan politik yang ada di birokrasi, hingga dia harus mendepak ratusan pejabat dari berbagai eselon. Kedua para birokrat lawan politiknya akan semakin solid. Yang patut diingat adalah kepemimpinan Bu Ane hanya tinggal beberapa bulan saja. Akan ada beberapa bulan lagi kepemimpinan dia akan berpindah. Jika dia mengandalkan kekuatan birokrasi tentu ini mudah untuk pengawasannya. Karena birokrat harus netral. Jadi hemat saya harusnya hal ini dihindari.
Kerja Bu Ane Panjang dan berliku, oleh karena itu perlu penataan yang rapi dalam memenangkan kontestasi politik di Kabupaten Purwakarta. Sampai sekarang kita belum dapat berita yang meyakinkan partai mana yang akan mengusungnya? Basis organisasi apa yang bakal menjadi motor penggeraknya? Kekuatan financial mana yang siap memback upnya? Dan lain-lain.
Pilihan kemungkinan kedua adalah Kang Ipin. Pada PILKADA tahun lalu dia diusung oleh Partai yang nota bene bertentangan dengan DM. Basis dukungannya dari kalangan yang bertentangan dengan KDM (Kang Dedi Mulyadi). Hingga saat inipun kita belum dapat kabar apakah dia akan mencalonkan Kembali? Yang jelas dari sisi popularitas Kang Ipin sudah punya basis dukungan. Tapi apakah selama lima tahun ini dia bergerak untuk membangun popularitas dirinya? Tampaknya dia lebih pada mengandalkan gerakan politik sesaat yang tidak dapat membangun militansi para pendukungnya. Pendukungnya mungkin saja bersifat pragmatis. Tapi jika saja dia dapat dukungan dari partai politik, maka dia dapat motor penggerak. Tapi popularitas dia masih kalah dari Bu Ane.