Terungkap dari Hasil Audien Koral KNPI dengan Komisi II DPRD: Pemkab Purwakarta Punya Hutang 83 Miliar Kepihak Ke-3

Ketua Komisi II DPRD Purwakarta, Dias Rukmana Praja (baju putih) ketika menerima pengurus Korp Alumni KNPI

TrendPurwakarta.com – Korps Alumni Komite Nasional Pemuda Indonesia (Koral KNPI) mengadakan audien dengan Komisi II DPRD dan pejabat BKAD Pemkab Purwakarta, Jawa Barat.

Dari pertemuan pengurus Koral KNPI dipimpin oleh Sekretaris Koral KNPI Nanang Hera, Ketua Komisi II DPRD, Dias Rukmana Praja dengan menghadirkan Kepala Bidang Anggaran BKAD, Tatang Supriadi. Audien hari itu, Rabu (6/3/2024) yang dilaksanakan di ruang Komisi II gedung DPRD Jl. Ir. H. Juanda Ciganea Jatiluhur.

Berikut penjelasan Kepala Bidang Anggaran BKAD, Tatang Supriadi setelah Koral KNPI menyampaikan permasalahan yang belakangan ramai dibahas masyarakat Purwakarta terkait Pemkab Purwakarta belum mampu membayar hutang atau gagal bayar kepada pihak ke-3 pada Tahun Anggaran 2023.

Kabid Anggaran BKAD Pemkab Purwakarta, Tatang Supriadi (baju puti) dan Sekretaris Koral KNPI, Nanang Hera (baju putih biru berkacamata)

“Pertama-tama saya sampaikan permohonan maaf dari pimpinan Kepala BKAD yang tidak bisa hadir disini karena beliau ada agenda yang tidak bisa diwakilkan. Pak Kaban memerintahkan kepada saya untuk bertemu dengan bapa dan ibu disini. Mudah-mudahan meskipun pak Kaban tidak bisa hadir secara langsung, mudah mudahan saya bisa bisa memberikan gambaran secara umum tentang apa yang disampaikan oleh bapak dan ibu semua,”ujar Tatang.

Saya mencatat tadi ada tiga hal besar yang disampaikan yaitu yang kesemuanya itu terkait dengan hutang Pemkab Purwakarta Tahun Anggaran (TA) 2023 atau gagal bayar di TA 2023. “Kalau kami di BKAD sesuai regulasi kami menyebutnya adalah pembayaran pekerjaan yang melampaui tahun anggaran berkenaan,”

Karena bahasa Permendagri nomor 77 nya seperti itu. Artinya Permendagri sudah menyiapkan aturan karena ini dimungkinkan terjadi. Maka Permendagrinya sudah siap untuk mengatur itu.

Tadi gambaran gambaran yang disampaikan kita sepakati dulu ya sebenarnya APBD itu kan angka proyeksi angka asumsi. Sebenarnya APBD itu angka berproyeksi dan berasumsi.

Artinya, uang di APBD itu bukan berarti uangnya yang sudah tersedia. Nah maka dari itu proses penyusunan APBD itu tentunya berawal dari sebuah perencanaan, penganggaran, pembahasan, dan penetapan.

Saya sebagai anggota TAPD juga dengan Pak Dias (ketua Komisi II) pak Dedi Sutardi (anggota Komisi III) yang juga anggota Banggar nya. Artinya sama sama mengikuti proses ini dari proses penyusunan KUA-PPAS, proses penyampaian APBD, pembahasan dan penetapan itu dilakukan dengan kerja keras, tentunya dan mengumpulkan semua stakeholder, mengkompilasi data.

Karena yang kita lakukan dalam pembahasan itu kita berupaya semaksimal mungkin menyajikan sebuah data yang realistis terukur supaya mendapatkan proyeksi yang presisi. Itu sebenarnya semangat kita di TAPD Pemkab Purwakarta dan Banggar DPRD, sehingga menghasilkan sebuah APBD.

Namun tentunya dalam perjalanan itu meskipun kita sudah berusaha untuk melakukan analisa yang terukur terhadap data data yang ada tentunya dalam perjalanan APBD itu ada dinamika, ada regulasi yang muncul ditengah, terus ada proyeksi yang tidak bisa dicapai dengan maksimum, ada ketidak capaian pendapatan. mungkin saya bisa menggambarkan secara umum dalam pelaksanaan APBD 2023 setidaknya itu ada empat hal yang menjadikan proyeksi ini yang tadinya kita menganggap optimis presisi menjadi meleset.

Pertama adalah terkait regulasi peraturan menteri keuangan 212 dan 211. Ini baru diberlakukan tahun 2023 dimana tahun-tahun sebelumnya DAU itu adalah Dana Alokasi Umum yang boleh digunakan oleh daerah secara fleksibel. Artinya tidak ada pengaturan, bisa dipake untuk apa saja, bisa dipakai gajian, bisa dipakai pembangunan dan lain-lain.

Nah dengan adanya peraturan menteri keuangan itu disitu ditegaskan bahwa DAU itu dibagi dua. DAU specific grant dan block grant. DAU block grant boleh fleksibel tapi DAU yang spsecific grant itu tidak boleh dibayarkan diluar Peraturan Menteri Keuangan (PMK) dan hanya bisa dibayarkan untuk pendidikan, kesehatan, pekerjaan umum, dan penggajian PPPK. Terkunci sehingga kita tidak lagi fleksible mengatur keuangan DAU specific.