Pasalnya, selama ini, jemaat GKPS menggunakan lokasi tersebut tanpa memiliki izin bangunan dan belum mengajukan untuk proses perizinan rumah ibadah. “Saya sebagai kepala Kemenag Purwakarta mengucapkan terima kasih kepada Pemkab Purwakarta sudah melakukan tindakan tepat dan tegas,” ucap Sopian.
Kata dia, hal ini demi terciptanya kerukunan di Purwakarta, Sopian meminta kepada pihak GKPS seandainya ingin memiliki tempat ibadah sendiri harus menempuh persyaratan sesuai peraturan bersama Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri Nomor 9 Tahun 2006 dan Nomor 8 Tahun 2006 tentang pelaksanaan tugas kepala daerah/wakil kepala daerah dalam pemeliharaan kerukunan umat beragama, pemberdayaan Forum Kerukunan Umat Beragama dan pendirian ibadat.
Di sisi lain, Ketua Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) Jawa Barat Rafani Akhyar juta meluruskan informasi soal polemik penyegelan rumah ibadah di Kabupaten Purwakarta oleh pemerintah setempat.
Menurutnya, penyegelan bangunan yang dipakai sebagai tempat ibadah itu dilakukan lantaran bangunan yang berada di Desa Cigelam, Babakancikao, Purwakarta tidak berizin.
“Jadi itu bukan penutupan tempat ibadah, harus diluruskan ya. Itu penutupan bangunan yang belum ada izin jadi harus diluruskan informasinya,” kata Rafani, saat dikonfirmasi wartawan, Selasa (4/4/2023).
Rafani menjelaskan, penyegelan tersebut dilakukan berdasarkan hasil musyawarah Pemkab Purwakarta dengan pemangku kepentingan, termasuk dihadiri oleh FKUB setempat dan pihak GKPS.
Karena itulah, dia menuturkan jika keputusan untuk menyegel bangunan itu harus dihormati. “Itu kan Bupati melakukan itu (penyegelan) hasil dari musyawarah Forkopimda, jadi harus dihormati, plus kemenag dan pihak gerejanya sendiri (sepakat), jadi harus dihormati,” ujarnya.
Dia juga menyatakan, sudah ada solusi bagi jemaat GKPS atas persoalan tersebut. Salah satunya, jemaat dibolehkan untuk melakukan ibadah di gereja lainnya. Namun nyatanya kata dia, solusi itu tidak diterima oleh jemaat GKPS.
“Ini kemudian diberikan solusi, silahkan urus izin dulu, selama masih dalam proses izin diminta jemaat supaya bisa ikut kebaktian di gereja lain, dan ada dua yang menawarkan. Tapi ternyata gak mau jadi cukup bagus solusinya,” jelasnya.
Rafani juga mengatakan, langkah Pemkab Purwakarta untuk menyegel bangunan itu sudah tepat. Sebab, bangunan yang dipakai untuk ibadah jemaat GKPS tersebut awalnya adalah sebuah padepokan. ia menyarankan pihak gereja untuk menempuh upaya untuk mengurus izin sesuai dengan aturan yang berlaku di Purwakarta.
“Itu semacam gedung padepokan, bukan gereja sebetulnya. Makanya saya meluruskan, sudah benar tindakan bupati itu bukan penutupan tempat ibadah tapi penutupan gedung yang belum memperoleh izin. Sarannya ya jadi laksanakan putusan hasil musyawarah Forkopimda itu, diurus kalau memenuhi syarat jadi gereja gak ada masalah, sesuai aturan aja,” ujarnya. (jainul abidin/hms)