- Oleh : Dr. H. Srie Muldrianto M.Pd
Beberapa tahun lalu saya pernah diajak untuk ikut seleksi di salah satu Lembaga yang berada di bawah Bupati langsung. Dengan harapan terpilih, saya ikut seleksi mulai dari seleksi tulisan hingga wawancara. Bahkan, terakhir diminta untuk rekaman. Katanya sebagai bahan dokumentasi.
Setelah selesai seleksi pada hari penentuan calon anggota saya mendapat telpon dari salah satu tokoh muda untuk silaturahim kepada salah satu tokoh penentu, tapi karena saya sedang berada di luar kota, maka batal lah saya bertemu dengan orang tersebut. Saya diajak bertemu dengan orang yang ternyata sesama peserta atau calon anggota. Terus saya berpikir, berarti seleksi yang dilakukan hanya basa-basi karena ternyata penentunya bukan panitia seleksi tetapi sesama calon.
Penyaringan calon anggota melibatkan tim khusus yang dibentuk mungkin oleh Bupati, tentu dengan biaya yang cukup besar. Padahal, sebenarnya calon anggota mungkin sudah terpilih sebelumnya. Jadi apa fungsinya panitia seleksi (pansel)?
Ini hanya cerita kecil dari pengalaman pribadi, di samping itu saya memiliki teman yang pernah menjadi Pansel, ya kurang lebih begitu. Penentuan anggota lembaga negara lainnya mungkin saja hampir serupa (walaupun mungkin saja ini tidak berlaku secara umum tapi pola seperti ini ada). Perlu adannya manuver dan upaya menarik simpati pada sang penguasa daerah atau lembaga di atasnya.
Dalam negara demokrasi tentu hal yang biasa, jika keanggotaan sebuah lembaga melibatkan peran organisasi masyarakat. Tapi bukan berarti mereka dapat di stir oleh kepentingan politik tertentu sehingga netralitas lembaga negara dipertanyakan.
Jadi sesungguhnya anggota dari lembaga negara yang dibentuk hampir dapat dipastikan memiliki kedekatan dan relasi yang kuat dalam mendukung atau menjegal bakal calon terutama calon Bupati atau wakil Bupati dalam suatu daerah. Oleh karena itu menurut hemat saya, bakal calon Bupati yang tidak memiliki akses dan dana yang besar akan sulit menggeser kekuatan yang telah bercokol di suatu daerah.
