T: Dari hasil observasi anda terhadap mereka, apakah anak-anak punk masih antusias untuk belajar lagi untuk menatap masa depan, seperti apa?
J: Tinggi sekali. Bahkan saya dapat WA dari orang Kabupaten Karawang, mereka siap gabung.
T: Berarti apa yang sekarang sedang anda kerjakan tidak mengenal wilayah ?
J: Ya. Bagi saya bagaimana mereka bisa terfasilitasi. Saya sih berharap kepada para anggota dewan (DPRD) yang sekarang sudah menduduki posisinya bisa membantu, memperhatikan juga jangan hanya janji manis ketika kampanye saja. Walau saya yakin sudah ada yang peduli. Dan menerima manfaat yang digulirkan oleh DPRD kita. Jadi sebenarnya ini bukan hanya tanggungjawab pemerintah saja. Mungkin hanya belum terfasilitasi saja oleh pemetintah daerah. Karena ini juga merupakan tanggungjawab masyarakat, organisasi sosial, dan sebagainya. Jadi intinya, pendidikan itu tidak hanya milik orang kaya. Siapapun berhak mendapatkan pendidikan. Mau dia anak status sosialnya normal, punk, mau dia anak jalanan mau dia mantan narapidana anak. Ketika mereka putus sekolah mereka bisa kita fasilitasi.
T: Bagaimana tanggapan Dinas Pendidikan Provinsi ?
J: Kabid SMK Dinas Pendidikan Provinsi menyambut positif. Bahkan Kepala Cabang Dinas Pendidikan wilayah IV sudah memberikan apresiasi, silahkan jalankan. Tapi pisahkan mereka dari kelas regular. Karena mereka punya pergaulan harus disesuaikan dulu. Dan pendidikan yang akan diterapkan kepada mereka tahap awal pendidikan karakter, budi pekerti, baru ke pendidikan vokasi. Waktunya kita sesuaikan agar mereka terfasilitasi pembelajarannya, bisa seminggu tiga kali, apakah jam belajarnya pada pagi hari, siang hari atau malam hari.
T: Bagaimana menyiapkan pembelajarn mereka, apakah anak punk yang datang ke sekolah atau pihak sekolah yang mendatangi tempat mereka.?
J: Ada dua cara. Pertama, kita buat komunitas atau kelompok belajar. Tapi kalau mereka mau datang ke sekolah, nanti akan kita fasilitasi tempat khusus buat mereka. Biasanya mereka punya tempat nonggkrong di istilah mereka “Kopdar” atau Kopi Darat. Sebab, ada persyaratan juga bagi mereka yang pingin menjadi anggota punk. Syaratnya tidak mandi selama 3 bulan. Sebenarnya mereka melakukan itu mencari identitas seperti dianting, ditato, celana robe-robek, pakai rantai itu gaya,tapi mereka tidak menyadari apa yang mereka lakukan ada dampak, stigma negative dari masyarakat kepada mereka yang berdampak sosial.
T: Apa yang menarik anda sebagai kepala sekolah terhadap anak punk .Karena selama ini memang mereka termajinalkan, kemudian dianggap tidak punya masa depan, saya lihat belum ada, belum mendengar ada terobosan ini. Saya pingin tahu apa yang menjadi kekuatan moral anda mau merekrut mereka. Padahal,risikonya tinggi ?
J: Ke satu Ibadah. Sebagai tenaga pendidik tidak hanya kepada orang yang membayar kita. Tapi mendidik itu harus datang dari hati, karena pendidikan itu tidak mengenal batas golongan. Tidak mngenal strata sosial. Ini yang harus kita teladani, yang harus kita buat perubahan bahwa pendidikan tidak hanya untuk orang yang punya status sosial normal saja. Siapapun berhak mendapatkan pendidikan. Yang penting mereka mau sekolah dan kelak punya masa depan sebagaimana layaknya di strata sosial orang-orang normal secara sosial.
T: Apa anda tidak khawatir nantinya sekolah yang anda pimpin ini malah dijauhi oleh orang tua yang mau menyekolahkan secara regular di sini ?
J: Tidak. Kalaupun nanti branding turun tidak apa-apa. Tapi saya yakin justru malah meningkatkan branding sekolah (*)