Pesan Ramadhan dari Tim Bela Purwakarta

TrendPurwqakarta.com – Satu hari menjelang Bulan Suci Ramadhan, Tim BELA PURWAKARTA ( wadah silaturahmi dan kordinasi komunitas / organisasi di Purwakarta ), melaksanakan Ziarah Napak Tilas ke Makam Kasepuhan di Kecamatan Wanayasa.

Kegiatan yang bertemakan EKSPEDISI PURWACARITA yang bermakna Menelusuri Cerita Awal Purwakarta ini, merupakan lanjutan dari kepedulian Bela Purwakarta terhadap Sejarah dan Budaya, setelah beberapa waktu lalu berziarah ke Makam DALEM SHOLAWAT ( R.A.A. SOERIA WINATA ) -Sang Tokoh Pendiri Purwakarta- di Bogor.

Kegiatan ini juga merupakan bagian dari tradisi “nyekar” ke makam leluhur menjelang pelaksanaan ibadah shaum bulan suci Ramadhan.

Wanayasa tidak bisa dilepaskan dengan keberadaan Purwakarta hari ini.

Sejarah meriwayatkan, Sekitar tahun 1830 M, Bupati Karawang, Dalem Sholawat memindahkan ibukota kabupaten Karawang dari Wanayasa ke Sindang Kasih, yang kemudian oleh beliau beserta kasepuhan waktu itu diganti dengan nama PURWAKARTA ( pada masa Pemerintahan Kolonial Hindia Belanda, Purwakarta dan Subang termasuk dalam wilayah pemerintahan Kabupaten Karawang ).

Pada sekitar tahun 1820 M hingga 1827 M, Kabupaten Karawang dipimpin oleh Kakak dari Dalem Sholawat yang bernama R.A.A Soeria Nata / Dalem Santri, dengan ibukota kabupaten berkedudukan di Wanayasa.

Seperti Hal nya Dalem Sholawat, Dalem Santri merupakan seorang Bupati juga sebagai Penyebar Syi’ar Islam atau Umaro sekaligus Ulama.

Sosoknya yang alim serta pengaruhnya dalam kemajuan syi’ar Islam menjadi latar belakang beliau mendapat julukan Dalem Santri.

Pada tahun 1827 M, adik beliau, Dalem Sholawat meneruskan kepemimpinan sebagai Bupati Karawang berkedudukan di Wanayasa hingga kemudian pada tahun 1830 M memindahkan ibukota ke Sindang Kasih ( Purwakarta ).

Pada Ziarah kali ini, Tim Bela Purwakarta mengunjungi makam Dalem Santri, sebagai penghormatan kepada beliau atas peranan dan jasanya di masa lalu kemudian dilanjutkan berziarah ke makam K.H. Adang Badruddin, ulama kharismatik yang dikenal dengan sebutan Abah Cipulus, pimpinan Pondok Pesantren Al-Hikamussalafiyah atau yang sering dikenal dengan sebutan Pesantren Cipulus.

Tujuan ziarah ini diantaranya untuk mengenalkan para tokoh syi’ar Islam kepada generasi kekinian, berdasarkan periodisasi zaman.

Dalem santri mewakili periodisasi penyebaran Islam pada Masa Kolonial Hindia Belanda sementara Abah Cipulus mewakili tokoh syi’ar pada abad modern.

Namun demikian, eksistensi Pesantren Cipulus memiliki ikatan historis dengan tokoh ulama besar pada abad 18 Masehi, yaitu Syekh Baing Yusuf, pendiri Masjid Agung Purwakarta dan saudara sepupu dari Dalem Sholawat, Pendiri Purwakarta.

Diriwayatkan, Pesantren Cipulus didirikan oleh KH. Muhammad Bin KH. Nurkoyyim yang lebih dikenal di kalangan masyarakat sekitar dengan panggilan Mama Emed, beliau merupakan santri kesayangan dari Syeikh Baing Yusuf.

Pesantren Cipulus dipimpin langsung oleh beliau dari tahun 1840 M hingga akhir hayatnya.

Beberapa dekade selanjutnya, sekitar tahun 1963 M, KH. Izzudin yang akrab dipanggil Ama Cipulus meneruskan kepemimpinan pesantren.