Syarat Kepemimpinan Purwakarta Selanjutnya Harus Pituin atau Bukan Pituin ?

Aa Komara baju putih) dan Pusaka Peninggalan Dalem Sholawat bersama Generasi ke 7 dari Dalem Sholawat : Raden Muhammad Padmanegara dalam moment Ziarah di Bogor.

Kepentingan Kesultanan Mataram bersama sekutunya Kesultanan Cirebon saat itu melintasi Purwakarta dalam rangka penyerangan ke Batavia ( Jakarta ) yang merupakan pusat pertahanan V.O.C. Belanda.

Tidak hanya melintas mereka bermukim dan membuka perkampungan perkampungan baru di wilayah Purwakarta serta menyebarkan ajaran Islam kepada penduduk lokal.

Kepentingan Kesultanan Banten masuk ke wilayah Purwakarta, setelah berhasil menaklukan Kerajaan Pajajaran pada tahun 1579,
selain untuk syi’ar Islam juga untuk mengukuhkan pengaruh Kesultanan Banten terhadap wilayah bekas kekuasaan Pajajaran termasuk Purwakarta.

Misi Syi’ar Islam ini terus berkesinambungan hingga masa keberadaan Syekh Baing Yusuf yang berasal dari Bogor.

Beliau mendirikan Masjid Agung tahun 1826 di mana di sekitar wilayah tersebut masih banyak para badega / pengawal Prabu Siliwangi yang masih menganut ajaran lama. Syekh Baing Yusuf sendiri merupakan keturunan dari Prabu Siliwangi, beliau awalnya bermaksud untuk menyebarkan ajaran Islam kepada sesama kerabatnya tersebut

Warga lokal sebelum berdirinya Purwakarta tentunya ada, mereka adalah para pituin yang lahir dan menghuni sejak lama namun populasinya masih sedikit karena pada saat itu wilayah Purwakarta pada umumnya masih dipenuhi hutan belantara.

Penduduk lokal ini hidup turun temurun dari masa kerajaan Pajajaran yang berkultur Sunda hingga ke masa kerajaan kerajaan sebelumnya.

Jika dirunut lebih jauh, semua warga di Nusantara dan seluruh penduduk Bumi ini berasal dari moyang yang sama, yaitu Nabi Adam, sebagai Manusia Pertama di Dunia.

Dalam hal ini, parameter sebutan PITUIN menjadi multitafsir, apakah merujuk pada saat Purwakarta didirikan atau lebih jauh sebelum era tersebut.

Dalam konteks hari ini, jika parameternya berdasarkan kelahiran, sebagai seorang PITUIN ( lahir, bertumbuh kembang, menempuh pendidikan dan berdomisili di Purwakarta ), saya berpandangan bahwa hakekat dari Pituin adalah Kesejatian dalam Rasa Memiliki & Berdedikasi terhadap Purwakarta tanpa melihat moment atau kepentingan apa pun.

Karena Purwakarta membutuhkan Kita baik Pituin atau Non Pituin, yaitu semua yang menghuni kabupaten ini, pada setiap saat.

Purwakarta memanggil kita bukan hanya pada saat menjelang Pilkada atau Pileg.

Dinamika Ragam Problematika terjadi di Purwakarta pada setiap hari nya, baik issue sosial, kesehatan, pendidikan, kepemudaan, kesejahteraan, alam dan lingkungan hidup, membutuhkan atensi kita semua yang di dalam jiwa nya memiliki semangat Pituin, yaitu kesejatian dalam membela Marwah Purwakarta agar berbagai problematika tersebut dapat teratasi.

Dengan demikian segala do’a dan harapan dari para Pendiri Purwakarta, Dalem Sholawat, Syekh Baing Yusuf dan para Leluhur lainnya terimplementasikan oleh kita sebagai para generasi penerusnya dalam mewujudkan Purwakarta yang Wibawa Karta Raharja dan Istimewa dalam segala hal bukan sekedar slogan semata.

PITUIN adalah KESEJATIAN DALAM TINDAKAN bukan sekedar TITEL TANPA MAKNA.

Seperti halnya seseorang mengklaim ” Saya PANCASILA – NKRI HARGA MATI ” , tapi dalam praktek kehidupan sehari harinya sama sekali tidak Pancasilais dan Nasionalis.

Dalam konteks Pilkada yang akan datang, bagi para kandidat yang mengklaim dirinya pituin ketika terpilih ia harus dapat membuktikan makna pituin yang disandangnya betul betul dapat mengangkat Marwah Purwakarta ke derajat lebih tinggi.

Kemudian jika tidak terpilih jangan lantas menghilang dari peredaran, lalu baru muncul kembali menjelang Pilkada berikutnya atau sama sekali tenggelam dari permukaan.

dengan demikian jargon pituin hanya jadi “mainan” saja, muncul ketika ada kepentingan, tapi absen ketika warga Purwakarta membutuhkan perhatian.

Tetaplah berdedikasi untuk Purwakarta meski tak jadi siapa siapa. Itu lah hakikat pituin yang sesungguhnya, mengabdi dengan ikhlas tanpa harus jadi apa dan siapa dan tak mengenal waktu / momentum, karena Purwakarta butuh kita setiap saat.

Bagi kandidat non pituin jika terpilih harus membuktikan kesungguhan dalam membawa Purwakarta menuju kota yang paripurna, tunjukkan bahwa keberadaannya bukan sekedar menumpang hidup dan mengeruk banyak keuntungan / manfaat dari Purwakarta, buktikan dengan beragam karya yang dapat dinikmati penduduk Purwakarta dari masa ke masa.

Purwakarta merupakan bagian dari keluarga besar Nusantara bahkan dunia. Semua berhak mengukir kebaikan atas nama Purwakarta. Bagi perantau atau non pituin selama menjunjung filosofi “Di mana Bumi di Pijak di Sana Langit di Junjung” serta menghormati Kearifan Lokal / Local Wisdom maka sejatinya ia adalah bagian keluarga besar dari Purwakarta tanpa melihat jalur D.N.A. atau nasabnya.

Menanggapi kegiatan Silaturahmi dan Diskusi yang bertajuk PURWAKARTA DALAM MULTIPERSPEKTIF – Tokoh Bicara Purwakarta Kemarin, Kini dan Esok oleh komunitas PURWASUKA NEWS CLUB ( PNC ) yang akan digelar pada Jum’at malam, 17 Maret 2023 di Hotel Grand Situ Buleud,
Aa Komara menyampaikan pandangannya : ” Event ini sangat penting dan strategis bagi para kandidat yang notabene beberapa di antaranya mengusung jargon pituin, karena kemunculan mereka yang relatif instant, mengingat tengat waktu menuju pilkada 2024 sudah semakin pendek, sementara umumnya masyarakat belum mengenal dengan baik para figur kandidat baik itu yang berlabel pituin atau non pituin.

Begitu pun bagi kandidat petahana disarankan turut hadir, karena tujuan utama kegiatan dimaksud adalah mempererat Tali Silaturahmi, sebuah ajaran baik yang dianjurkan oleh seluruh agama.

Harapan saya moment ini menjadi awal kebangkitan sebuah forum yang dapat mempersatukan seluruh inohong dan elemen masyarakat seperti pada masa BAMUS PDP dahulu, mungkin ini saatnya untuk merakit kembali bingkai kebersamaan, entah itu kembali bertitel BAMUS PDP atau cukup dengan nama RUMAH PURWAKARTA.

  • Penulis adalah Koordinator Komunitas Bela Purwakarta