Opini  

Pendukung yang Kritis

  • Oleh : Mang Asep Purwa

Salah satu mutu lulusan Sekolah dan Madrasah yang baik adalah harus memiliki kemampuan berpikir kritis. Berpikir kritis dapat berbeda dengan mengkritik. Berpikir kritis memiliki minimal tiga syarat utama yaitu obyektif, sistematis, dan logis. Apa itu obyektif? Obyektif adalah suatu sikap atau pandangan yang melihat dari sudut pandang obyeknya bukan dari sudut pandang subyek yang liar, yang dapat menafsirkan sesuatu sesuai kepentingan dan keinginannya. Sikap obyektif dapat dirusak oleh dua hal yaitu cinta dan benci. Ada kisah tentang ini sebagai berikut:

Beberapa minggu yang lalu saya membuat tulisan tentang Kang DM isinya beberapa kritik di samping ada juga apresiasinya. Ada beberapa kawan yang kenal dengan saya dan mereka tahu bahwa saya termasuk pendukung Kang DM. Mengapa buat tulisan seperti itu katanya? Bukankah kalau begitu dapat membuat popularitas Kang DM menurun? Saya jawab justru saya sayang DM makanya menulis itu. Kok bisa?

Kiprah DM menurut saya sangat fenomenal, DM dapat hidup di dua dunia yaitu dunia nyata dan dunia maya. Dua alam tersebut memiliki karakteristiknya masing-masing. Ada bedanya juga ada samanya. Tapi yang jelas dunia maya jauh lebih efektif dan efisien dalam meraih popularitas dan dukungan. Biayanya lebih murah tapi efeknya massif. Kekurangannya kita kadang melihat dunia maya sebagai dunia nyata padahal dunia maya lebih dominan mengaduk-aduk dan mempermainkan pikiran, realitasnya kita tidak tahu secara pasti. Kita tidak hadir di tempat kejadian sehingga kita tidak tahu realitasnya apakah itu settingan atau senyatanya. Di samping itu kita tidak mengetahui kronologi serta situasi dan konteks yang sesungguhnya. Nah DM tahu tentang itu. Penguasaan dua dunia tersebut sangat penting bagi politisi kekinian.

DM telah lama berkiprah dalam dunia politik dimulai sejak DM sebagai mahasiswa yang aktif di HMI. Pada jaman itu kita sering dengar adagium bahwa lembaga kaderisasi pejabat yang handal ada dua yaitu ABRI dan HMI. DM pernah bersentuhan dengan dua lembaga tersebut paling tidak DM memiliki turunan sebagai anak prajurit. Dalam dirinya mengalir darah seorang pemberani dan seorang satria. Di samping itu DM memiliki kreativitas dan ide di luar kebiasaan sebagai seorang politisi pada saat itu, karena DM terlatih berorganisasi di HMI. DM terus belajar untuk memperbaiki diri dengan berbagai ide dan gagasan dalam menjalankan perannya sebagai seorang politisi. Karir DM terus menanjak, melesat bagai busur panah yang mengarah pada tujuan tertentu.

Sebagai busur panah DM melakukan berbagai upaya diantaranya menjadikan isteri dan anaknya terlibat dalam politik praktis. Kita tahu kebiasaan dalam politik kita, tujuan tertingginya adalah posisi dan jabatan politik, baik sebagai Bupati, Gubernur, atau mungkin Presiden. Padahal dalam terminology lain, politik dapat diartikan bukan jabatan atau kekuasaan tapi sampainya sesuatu pada tujuan yaitu kesejahteraan, kemakmuran, atau keadilan rakyat. Jadi bagi politisi yang beraliran idealis tak penting memiliki jabatan atau tidak, yang penting rakyat makmur, sejahtera, dan berkeadilan. Tapi ini yang sering kita lupakan. Para politisi atau sebagian politisi menganggap tujuan satu-satunya adalah berkuasa dan bukan kemakmuran, kesejahteraan, apalagi keadilan bagi rakyat.

Nah hakikat tujuan berpolitik seperti inilah yang sedang saya koreksi. Tentu tidak salah DM memiliki cita-cita meraih jabatan yang lebih tinggi, karena memang sah secara hukum. Juga tidak salah DM mencalonkan istrinya sebagai Bupati. Bahkan juga tidak salah memilih anaknya menjadi ketua partai politik. Tidak salah di sini artinya tidak salah secara hukum karena tidak melawan dan bertentangan dengan Undang-Undang.  Kalau mau kita ubah Undang-undangnya, hingga nanti siapapun tidak boleh menjadikan lembaga pemerintah seperti milik pribadi. Oleh karena itu jika menurut UU tidak boleh berarti siapapun tidak boleh jangan pandang bulu. Bukankah Megawati, Amin Rais, Jokowi, juga politisi lain melakukan ini (Inilah yang saya kritik). Tujuan politik idealis perlu kita sosialisasikan yaitu berpolitik untuk meraih tujuan yaitu kemakmuran, kesejahteraan, dan keadilan atau meraih tujuan 5 sila Pancasila. Kita sebagai rakyat harus sadar bahwa yang berlaku kini adalah berpolitik untuk merebut dan menjatuhkan kekuasaan. Adapun kemakmuran, kesejahteraan, dan keadilan adalah media atau alat untuk meraihnya. Jadi ketika politisi dengan kesejahteraan, kesejahteraan, dan keadilan tidak dapat meraih jabatan politiknya maka alat dan media itu akan ditinggalkan.

DM melakukan berbagai upaya melalui blusukannya atau turun ke bawah (turba) dengan mencari simpati dan popularitas melalui penegakan disiplin, membantu menyelesaikan permasalahan rakyat, kebersihan, dan hal simpatik lainnya, bukankah ini tidak ikhlas? Ikhlas atau bukan yang jelas DM telah memberikan dampak positif bagi rakyat yang membutuhkan. Rakyat merindukan pemimpin yang melakukan tindakan nyata yang langsung dirasakan oleh warga. Karena rakyat tahu bahwa janji dan ucapan politisi banyak bohongnya! Oleh karena itu rakyat butuh bukti bukan janji. DM melakukan ini di jauh dari tahun politik. Lebih baik mana, Ikhlas tapi tidak berbuat apa-apa atau riya tapi berbuat baik secara nyata ?

  • Mang Asep Purwa adalah Dr. H. Srie Muldrianto, MPd dosen dan Aktivis Pendidikan